Antologi Misteri Cinta dan Kematian
Penulis : Maharanie, Tomi M Saragih, Hendro Utomo,
Elisa Koraag, Veronica B Vonny, dkk
Halaman : viii + 186 hlm;
ISBN : 978-602-14178-1-2
Ukuran : 14 x 21 cm
Penerbit : PEDAS Publishing,
Cetakan ke-1 : Oktober 2013
Awalnya, aku mengikuti Pedas Event IV kategori Horror Fiction hanya untuk menggenapi karya FF-ku yang berhasil masuk dalam lima karya terbaik di event pedas selingan. Namun tak kusangka sama sekali, karya cerpenku di Pedas Event IV itu berhasil meraih juara 1, berdasarkan penilaian juri: Lexie Xu, penulis Johan Series yang pastinya sudah ahli dalam bidangnya. Alhamdulillah... ;)
Antologi Puisi: Cinta dalam Empat Dimensi
Harga Rp. 43.000
Judul : Antologi 135 Puisi Romantis, Cinta dalam Empat Dimensi
Penulis : Anggota Grup PEDAS-Penulis Dan Sastra
Hal : xiv + 176.
ISBN : 976-602-14178-0-5
Penerbit : PEDAS PUBLISHING
Cetakan: Pertama tahun 2013
Puisiku berjudul "Ia" memang bukan yang terbaik, tapi harus disyukuri juga karena termasuk salah satu puisi pilihan yang berhasil dibukukan bersama karya-karya puisi terbaik lainnya... :)
?
Entahlah...
Takut itu semakin bersarang saja dalam pikirku!
Salahkah jika aku berharap kita berlabuh di bintang yang sama,
pun selamanya dalam hela napas bersama?
Namun semakin aku menginginkannya, semakin detik demi detik berlalu, semakin dalam katakutan ini menghantui!
Akankah ini nyata...
Ataukah hanya akan mengakar sebagai angan yang tak mampu merengkuh garis takdir-Nya?
Mengertilah...
jerit ini, resah ini, mengeja tanya pastimu!
NO Title
Rinduku pada duri yang pernah menancapkan pedih perih dalam hidup tak jua hilang dari sanubari
Mengapa bayangnya masih saja sempat menyinggahi alam pikirku?
Ingin kupatahkan saja jejak-jejak waktu pengikat itu!
Ingin kuputuskan saja rerantai tapak tilas kehidupan...
Biar ia menggema tanpa jelma,
Lalu sirna.
Nyanyian Misteri
Hei, apa yg terjadi?
Pipi memanas mendengar kalimat itu
Mungkin ia merona pula
Ada yg salah dgn hati ini
Ia melagukan getar yg tak kumengerti
Kala ragaku dan raganya dlm hitungan senti
Pun tanganku dalam genggaman eratnya
Tanpa Harmonisasi
Entah mengapa dan bagaimana
Kali ini ia melantunkan nada berbeda,
Memainkan irama yg berbeda
Mungkinkah lagu yg tak lagi ber-genre sama menjadi alasannya?
Tiada lagi nada-nada berpaut indah
Bukan berpacu pada mayor dan minor yg tak beda
Aku dan kamu kini,
Tanpa harmonisasi
Aku dan Kamu, Apakah Itu???
Apa aku dan kamu tercipta
Bak pemeran drama roman picisan?
Apa aku dan kamu terlahir
Laiknya Juliet-Romeo rela saling melepas jiwa?
Apa aku dan kamu ternyata
Pewaris kesejatian Ainun-Habibie?
Ah, kurasa yang terakhir itu tidak!
Aku dan kamu,
Jejak kasih masa purba.
Aku dan kamu,
Nyanyian pilu tak bernada.
Aku dan kamu,
Apakah itu?
Lampau.
Malam Sendu
Masih di sini,
dalam gemuruh hati tak riang,
menunggu bulir embun sejukkan sukma.
Aku benci api yang menjalari remang,
cahayanya menghanguskan barisan jeruji mahkota,
enyahkan sajalah ia!
Ada jiwa rapuh di bawah naungan purnama,
kenapa tak acuhkan saja pekat yang menyelimutinya?
Biar remang tersibak fajar,
atau gemuruh bermetamorfosis merupa sorak.
Surat Cinta, Katanya!
Malam ini tiba-tiba saja jemariku gatal luar biasa. Gelitiknya mengiringi rindu yang menghujam kalbu. Dan aku tahu, mereka ingin aku menggoreskan kisah tentangmu.
My Dira,
Entah mengapa,,
Merangkai aksara tentangmu tak semudah mencipta gombalan-gombalan semu. Pun tak segampang menuangkan ide dalam lembaran-lembaran fiksi.
Kamu lebih kompleks. Bukan karena aku sama sekali tak menemukan inspirasi darimu, tapi justru karena sosokmu menghujaniku ribuan inspirasi. Aku jadi pusing dibuatnya! :D
Kau tahu, my Dira?
Butuh lebih dari sekedar kata syukur untuk menyampaikan rasa terima kasihku pada-Nya. Terima kasih atas kasih sayang-Nya untukku, atas anugerah yang dihadiahkan-Nya padaku.
Aku sempat meminta apa yang kuinginkan dahulu. Sekarang, Ia telah memberi apa yang kubutuhkan. Hadiah terindah dari-Nya untukku: kamu.
Hei, my Dira...
Maaf jika apa yang kutulis ini tak berbekas manis. Maaf kalau ternyata (lagi-lagi) ini hanya celoteh tak bermakna.
Tapi ini jujur, hatiku belum pernah merasa seluar biasa ini.
Semoga bahagia ini selamanya.... ;)
Antara Kau, Aku, dan Hari Ini
Paras menekuk mulut bersungut,
amarah namanya.
Aku terbakar panas hati, kau membeku dalam raut dingin.
Langit terhalang awan tumpah,
hujan namanya.
Kita memaku raga di sana, panas dingin kembali menghangat.
Rela hati nyaman diri,
cinta namanya.
Sepasang kain biru pelindung, kasihmu mendekap nyata di kalbu.
Oh...
Sungguh ini bukan sastra,
Hanya sekelumit celoteh pengabadian.
Cerita di Gerimis Senja
Hei, asa itu tak pernah nyata! Ternyata mahkota hanya tahta tunggal saja, tak ada bersama, tak ada kita :(
Apa guna ikatan darah? Kala satu terpaku di tepi jurang, lainnya terbang bebas dengan sayap emas, tutup mata!
Apa arti ikatan darah? Saat satu menggenggam arang patah, lainnya panen bara kobaran berlian, empati sirna!
Lihat, rinai air langit mewakili genangan bening di kantung mata.
Dengar, gemuruh petir tanpa ampun menyambar bak gejolak pedih sukma.
Dan hei, ragaku dan ragamu kini sama: terbalut pekat malam, tanpa mercusuar!
Hahaha, aku pun mulai menikmati merdu pecahan gelas di sana.
Ayo, siapa lagi? Apa lagi? Biar kulumat lamat-lamat jejaring tak acuh ini. Biar puas kucabik kelamku sendiri. Sampai nanti...
(untuk) Satapak Puncak Juang
Mengikuti jejak langkah kaki kokohmu
Melahap habis ruang panjang terjal berliku
Mengukir tapak-tapak pendakian naik dan turun
Seketika aku sempat tertegun
Di sela gemericik air yang indah mengalun
Oh,
Inikah misteri cakrawala itu
Keajaiban yang tak pernah lelah kaudongengkan padaku
Ternyata liar memang tak berarti buas
Dan panorama ini sesaat cukup mencekat napas
Belum puas kau hujaniku dengan hadiah alam
Sosokmu berkelebat merupa siluet yang tak kelam
Memaku diri di tengah hamparan hijau kebiru-biruan
Dan suaramu mengalun pelan,
"Mereka bukti kebesaran Tuhan".
#especially for my lovely brother
ESA
Esa yang nyata menarik pikirku melayang
Tanpa kukendali masa lalu berkelebat dalam bayang
Spektrum hati teguh meramu arti sayang
Bilamanakah harum cinta sesemerbak kembang
Ataukah miris rasa menggaet lara menjadi dalang
Ia hunuskan perih cinta laiknya pedang
Bilahnya menyeret asa dalam rindu gamang
Pun sayap-sayap masa yang kian rapuh habis diterjang
Oh, sungguh esa ini membuatku gila dan meradang!
Tak cukupkah kau menyeka peluh?
Merobek asa kita yang akhirnya pun luruh
Tak dengarkah kau bisik-bisik benalu bergemuruh?
Aku dengan esa dan sepi, mengapa harus luluh?
Ah, sudahlah...!!
Lupakan saja jerit patah arang ini
Biar kau dan aku tetap terpisah remang antara
Biar kausangka ini hanya celoteh tak berguna
Teruskanlah, My Dear...
Tertatih...
Hati dan raga tersulap sekuat besi
Menerjang badai rintang kehidupan nyata
Menghadang sadis terjal biru cinta
Tulus,
Pikir dan dayamu terkerah
Teduh,
Tutur dan sikapmu terpancar
Aku lewat dunia,
Dunia untuk aku.
Tetap semangat, cintaku
Kutunggu titik puncak perjuanganmu
Teruskanlah langkahmu, satriaku
Sampai esok dunia yang menjamu aku dan kamu
Empat Tahun Lalu
Rasanya baru kemarin aku tak merasa terlalu menghabiskan waktu sia-sia berdiam. Luang adalah saat berkumpul dan mengerjakan tugas bersama, nonton bareng, karaoke bareng, atau jalan2 ke suatu tempat bersama: menemukan sahabat. Setelah sebelumnya disibukkan dengan perasaan takut sendiri saat orientasi, empat tahun yang lalu...
Aku rindu!
Rindu berlari sekencangnya saatt terlambat masuk kelas. Rindu duduk berjejer enam orang di baris depan pertama dalam kelas. Rindu bernarsis-ria bersama di salah satu sudut kampus perjuangan kala senja akan menjelang. Rindu menghabiskan malam di kostan karena terlalu larut untuk pulang.
Rindu perpus, kantin, kelas, k0pma, dufo. Rindu siomay, gehu, cilok, ketoprak. Hahaha....
Aku merindukan awal kedekatanku dengan mereka, the couple-six wonders: empat tahun yang lalu...
Dan, ssstt...!!
Aku pun merindukan 'labti' dan salah satu sudut gedung rektorat. Rindu perpus dan kopma juga. Rindu baso ikan, mie ayam, TO, yang mulai akrab denganku di empat tahun terakhir. Hihihi...
Rindu kampus perjuangnku. Rindu masa-masa yang kulalu di sana. Mulai empat tahun yang lalu...
#efek mimpi yg membawaku terjaga di 02.48
Pagi dan Cinta
Srrr, srrr....
Udara pagi menyelisik setiap epidermis raga
Embusannya mendorong pejamku melambat
Pagi, nikmatnya menggulung raga di bawah selimut
Seperti biasa, si kotak pinklah yang perdana teringat kala terjaga
Ah... ia memang sempat meraung,
Namun kali ini menyanyikan serentetan pesan limbung
Tak ada senandung pesan cinta yang beberapa hari lalu selalu ia kirimkan
Tak apa,
Mungkin hari ini ia resah karena tak paham pikirku yang gelisah
Ia kecewa karena tak mengerti malam-malamku yang hampa
Antara maaf dan marah
Aku bahagia
Pesan cinta itu pasti kan kembali ada :)
Antara Tujuh-Sepuluh
Tujuh.
Aku lelah,
Bantal dan guling seolah mengerti apa yang kubutuhkan.
Aku rebah bersamanya
Tidak, bukan untuk terpejam,
Hanya menunggu...
Delapan.
Yeah, suaranya akan kunikmati segera
Sabar, mungkin dia masih di majlis
Tidak, aku tak boleh terpejam!
Sembilan.
Whoaaa...
Godaan busa empuk ternyata mampu menggiringku ke alam mimpi
Dan, ugh!
Kepalaku bagai tertimpa ribuan ton besi
Eh, ternyata kotak pink-ku masih belum menampakkan kehadirannya :(
Sepuluh.
Kemana dia?
Mungkinkah amnesia?
Mungkinkah lelah menumbangkan raganya kembali?
Aku telah bergulat dengan kantuk,
dengan pening yang sempat mendera,
pun telah menjelajahi dunia maya.
Tapi, hei...
Kau kemana?
Dan aku pun kini sepertinya telah terlupa...
Jejak Nokturnal
Perlahan kutelusuri daftar nama diantara deretan angka-angka
Kecewa, ia memang telah punah disantap masa
Bodoh!
Tak seharusnya mata ini berharap menemukan rangkaian aksaranya
Tidak!
Beberapa saat sepertinya hatiku melonjak riang
Deretan huruf itu kutemukan
Dan sejurus kemudian kembali ditenggelamkan sesal
Ternyata ia memang pernah (bukan masih) ada
Tapi...
Hei, mengapa aku tak kuasa terpejam karenanya???
Rasa Hati
Satu rasa mengimpit sukma,
Benci akan sepi dan sendiri,
Marah karena suatu ketiadaan,
Rindu??
Rasa yang lain mengiris kalbu,
Menyesakkan dada saat raganya tak terjamah,
Ironi menyelimuti ruang pikir nurani,
Cemburu??
Entahlah...
Aku semakin tak mengenal logika,
Hati pun tak bisa kutebak arahnya ke mana,
Aku tersungkur di sini,
Setia... Menanti...
Hei, kau yang sedang berjuang untukku di sana..
Jangan kaubiarkan aku tersesat lebih lama lagi dalam rasa tak menentu ini.
Senja di Akhir Pekan
Dua nama hari yang selalu membuat resah.
Siang itu, menanti senja...
Sebuah pesan mendarat mantap di kotak pink kesayangan,
dari seberang.
Sore itu, menjelang senja...
Ragaku masih terbaring lemah,
dan ia datang membawa bukti pesan.
Malam itu, seusai senja...
Ia kembali datang diikuti ayam tepung dan kesatuan utuh telur-bawang.
Ah, aku merasa sembuh seketika! :)
Esok pagi, setelah senja...
Aku kembali terbaring semakin lemah,
dan kotak pink kesayanganku kembali meneriakkan pesan.
Esok siang, menanti senja...
Ia kembali datang membawa bukti pesan,
menawariku udara bebas di luar sana.
Kuda besi merah membawaku pada kaca pembantu masa depan,
meraih kertas ilmu pengetahuan dalam genggaman,
juga mengantar tuannya memberi kejutan manis untukku:
sandang kembar!
Aku kembali merasa sembuh seketika,
meski napasku kembali tersengal.
Waktu di hari kedua mengalah untuk kami,
memanjang.
Esok sore, menjelang senja...
Pangan menyuap perut yang meraung-raung untuk diam,
di tempat biasa:
kontradiksi lukisan hijau dan roda besi.
Semakin mendekati senja,
Aku belajar mengikat batin dengan si kuda besi merah.
Ah, ia membuat jantungku berdegup kencang di suatu masa! :-o
Tapi tak apa,
kuyakin ia kan segera kutaklukkan!
Dan sore terakhir saat senja...
Kupandangi kau menjauh dalam siluet jingga.
Hampa... :'(
Ah, tidak!
Kuyakin kau pasti datang lagi,
dengan cerita tak sama,
di dua hari yang tak berbeda.
Bait-Bait Tipu
Ada sesuatu yang kini menggelitik parasku,
Dingin.
Tersapu dari sudut mata sampai ke ujung dagu dan jatuh entah di mana,
Bening.
Jangan hawatir, Sayang..
Ini bukan tangis,
Hanya sisa-sisa rasa rindu yang sangat menyiksa jiwa!
Senyumlah, cintaku...
Karena aku punya mata yang indah karenamu.
Lihatlah: mataku hitam, bengkak dan berkantung!
Karena air bening yang meleleh setiap kali teringat sosokmu tak di sisi,
Ia pun teramat bersemangat untuk selalu terjaga sepanjang malam,
Mengingatmu.
Hahaha...
Jangan kaupikir aku menderita, Sayang...
Aku bahagia, sungguh!
Lihatlah senyum di atas tangisku ini,
Perih.
Hei, pasti kau sudah terlelap sekarang,
Bawa cintaku bersama nyenyakmu, ya!
Aku senang kau (tak) menyertaiku menatap hamparan pekat di atas sana,
Pedih.
Kumohon, Mengerti
WHAT??! Aku dibilang pembantu??? ckckck *geleng-geleng sampe mabok*
Hmm...
Mungkin pikiran itu tercipta di benaknya karena ia sering melihatku mengerjakan "PR mata pelajaran pendidikan IRT"-ku di rumah.
Jujur saja, aku dibuat kaget mendengarnya! Tapi kalau dibilang marah, sedih, atau kecewa karena pemikiran polosnya itu, sama sekali TIDAK. Aku justru senang dan merasa bangga *lho?!*
Iya, karena dengan begitu aku merasa ada yang menghargai hasil keringatku di rumah. Secara profesi pembantu itu kan harus memiliki keahlian mengurus rumah. Jadi, secara tidak langsung aku dianggap ahli mengurus rumah, dong! *ayo, para eksekutif muda yang masih lajang.. ada kandidat calon istri yang baik, nih! wkwkwk*
Ya, meskipun kanjeng mamihku tersayang masih merasa apa yang kulakukan belum seberapa. Masih merasa kurang dengan apa yang telah kukerjakan. Juga masih menganggapku gadis unyu-unyu yang manjanya selangit. Aku akui itu, apalagi dalam hal masak-memasak! *Heran, kenapa aku yang calon Miss Universe ini dikalahkan oleh adikku sendiri? COWOK???* Tapi setidaknya kata pembantu cukup menghiburku, mengingat tugas pembantu itu 'kan tidak bisa diremehkan, menurutku.
Aku heran, kenapa para TKW di negeri seberang sana banyak yang bernasib naas?
Pembantu juga manusia, bukan untuk dihina atau direndahkan. Pekerjaannya jelas-jelas HALAL. Bahkan kupikir mereka lebih mulia dari (maaf) para koruptor. Kecuali untuk yang tak bisa menjaga amanah majikannya, baru wajib dihajar! *Maksudnya diingatkan kalau kita pasti akan memetik apa yang kita tanam*
Upz!
Sepertinya aku sudah menerobos kerangka pemikiran inti yang sebenarnya ingin kutulis di sini.
Intinya, apa pun pekerjaannya, yang penting halal dan kembali pada bagaimana kepribadian kita. Lebih baik menjadi pembantu soleh, daripada direktur salah. Meskipun memang lebih baik lagi jadi direktur soleh. Hahaha...
Udah, ah! Semakin ngelantur aja ni postingan!
Semoga aku cepat dijodohkan dengan pekerjaan terbaik, halal, dan nyaman untukku. Diberi rizki melimpah dan berkah. Amin...
Asisten Ibu Rumah Tangga
WHAT??! Aku dibilang pembantu??? ckckck *geleng-geleng sampe mabok*
Hmm...
Mungkin pikiran itu tercipta di benaknya karena ia sering melihatku mengerjakan "PR mata pelajaran pendidikan IRT"-ku di rumah.
Jujur saja, aku dibuat kaget mendengarnya! Tapi kalau dibilang marah, sedih, atau kecewa karena pemikiran polosnya itu, sama sekali TIDAK. Aku justru senang dan merasa bangga *lho?!*
Iya, karena dengan begitu aku merasa ada yang menghargai hasil keringatku di rumah. Secara profesi pembantu itu kan harus memiliki keahlian mengurus rumah. Jadi, secara tidak langsung aku dianggap ahli mengurus rumah, dong! *ayo, para eksekutif muda yang masih lajang.. ada kandidat calon istri yang baik, nih! wkwkwk*
Ya, meskipun kanjeng mamihku tersayang masih merasa apa yang kulakukan belum seberapa. Masih merasa kurang dengan apa yang telah kukerjakan. Juga masih menganggapku gadis unyu-unyu yang manjanya selangit. Aku akui itu, apalagi dalam hal masak-memasak! *Heran, kenapa aku yang calon Miss Universe ini dikalahkan oleh adikku sendiri? COWOK???* Tapi setidaknya kata pembantu cukup menghiburku, mengingat tugas pembantu itu 'kan tidak bisa diremehkan, menurutku.
Aku heran, kenapa para TKW di negeri seberang sana banyak yang bernasib naas?
Pembantu juga manusia, bukan untuk dihina atau direndahkan. Pekerjaannya jelas-jelas HALAL. Bahkan kupikir mereka lebih mulia dari (maaf) para koruptor. Kecuali untuk yang tak bisa menjaga amanah majikannya, baru wajib dihajar! *Maksudnya diingatkan kalau kita pasti akan memetik apa yang kita tanam*
Upz!
Sepertinya aku sudah menerobos kerangka pemikiran inti yang sebenarnya ingin kutulis di sini.
Intinya, apa pun pekerjaannya, yang penting halal dan kembali pada bagaimana kepribadian kita. Lebih baik menjadi pembantu soleh, daripada direktur salah. Meskipun memang lebih baik lagi jadi direktur soleh. Hahaha...
Udah, ah! Semakin ngelantur aja ni postingan!
Semoga aku cepat dijodohkan dengan pekerjaan terbaik, halal, dan nyaman untukku. Diberi rizki melimpah dan berkah. Amin...
Tanpa Kata
Doa Bunda
Alhamdulillah, antologi ketigaku terbit juga... ;)
bisa diintip juga di: http://www.indie-publishing.com/archives/1412
Judul | : Doa Bunda |
No. ISBN | : 978-602-7770-32-4 |
Penulis | : Para Penulis Grup PEDAS |
Tahun terbit | : 2012 |
Dimensi | : viii + 227 hlm; 14 x 21 cm |
Jenis Cover | : Soft Cover |
Kategori | : Antologi Cerpen |
Harga | : RP 38,000 + ongkir |
Stok | : POD | (Order by SMS >> 085773518074 : Nama, Alamat, Judul, Jumlah pesanan) |
“Kau tahu, Bu? Ikatan batin laiknya sengatan listrik. Sengatnya menggertap hati sekalipun beribu kilometer jarak membentang. Tepat saat tak kudapati lagi tegar memagutku, kau menghubungiku. Ruahlah sudah sesengguk tangis beriring hambur selaksa kata. Aku tak mampu mencekatnya lebih lama lagi.” (Catatan Doa di Penggalan Napak Tilas – Vinny Erika Putri)
“Doa tulus yang keluar dari mulut seorang ibu untuk anaknya bahkan mampu mengguncangkan arasy-Nya. Semoga hanya doa-doa yang indah yang selalu terucap dari lisanku, lisan Ibu, dan lisan semua ibu, sebagai pengiring langkah anak-anaknya.” (Pengiring Setiap Langkah – Erni Misran)
“Mendadak, dadaku sesak. Semua kenangan bersama Ibu berkelebat di ingatanku. Tiba-tiba, aku rindu bertemu Ibu. Sudah lama sekali aku tak melihat wajah Ibu, apalagi memeluknya. Tak sepantasnya aku membenci Ibu.” (Namaku dalam Doa Ibu – Ilyaz Tanbeg)
Renungan Pagi
pagi ini, ada yang mengusik ketenanganku. ia mengingatkanku pada
waktu yang telah berlalu dan kusia-siakan jua. naluri mengutuki raga
sendiri. entah mengapa sesal dan bimbang masih enggan beranjak dari
hadapku!
ah, sudahlah...
tak ada gunanya pula terus meratapi yang telah berlalu. karena waktu
akan terus berjalan tanpa ada kemungkinan tuk kembali. cukup
kumenyadari bahwa setiap detik waktu terlalu berharga untuk kulewati
dengan hal-hal tak berguna.
kini, aku harus melakukan yang terbaik. jangan ada lagi waktu yang
terbuang sia-sia. tak perlu terlarut dalam penyesalan, tak usah
menghawatirkan masa depan. jangan biarkan semangatku padam, tetap
optimis dan yakin menggapai asa.
lä haula walä quwwata illä billäh...
kusadari pula, manusia tak akan selalu ada di sampingku. tak kan
kugantungkan diri untuk 'berbagi' pada manusia, karena mereka tak bisa
selalu ada untukku. tak semua orang bisa ada tepat di saat aku butuhkan.
innallaha maana..
hanya DIA yang paling setia, DIA yang akan selalu ada, hanya kepada
DIA aku bergantung. benar, kualami sendiri: cuma DIA, hanya DIA... bukan
manusia!
Lukisan Pagi
Selimut putih itu hadir kembali
Menghujani setiap titik ruang kehidupan
Hamparan petak-petak hijau penyambung nyawa tersamarkan
Dingin, terselip diantara desir-desir angin
Segar, berkat malam terganti sang fajar
Hei, lihat itu!
Butir-butir embun berkilauan di dedaunan
Pijakan pun kini lembap, tak lagi gersang
Alhamdulillah, ya Rabb
Raga ini masih bisa membuka mata
Menikmati lukisan pagi seindah ini
Setelah lelap mendekap di malam gelap
:)
Diantara Putih dan Abu-Abu
Putih, dahulu.
Sebelum terkena tetesan titik hitam
Bahkan mungkin kali ini titik itu tlah menjalar
Menjadi sebuah alur resah dan sesal
Oh, atap...
Tak bisakah ia gantungkan harapnya padamu?
Hai, lantai...
Tak dapat juakah raganya berpijak dengan suci padamu?
Dan kau, ruang-ruang hampa...
Tiada isyarat terbaca dari desir-desir peringatanmu
Tiada bisikan terdengar dari gundahmu atas salahnya
Namun ia, sang putih...
Kini abu
Samar.
-Maharanie,130113-
Dalam Hujan: Sendu dan Harapan
Separuh nyawaku pergi seiring berlalunya si kuda besi merah. Kali
ini kubiarkan saja ia menghilang bersama rengkuhan titik-titik air
langit.
Jika kau bertanya, kemana kusembunyikan bibit-bibit aliran sungai
yang dulu kerap bersarang di pipi ini? Aku tak dapat menjawabnya.
Karena ia masih ada, namun kubiarkan saja membusuk di pelupuk mata.
Menunggu saat kau datang menggenapi nyawaku kembali, dan rengkuhan hujan
itu berganti dekapan indah sang pelangi.
Sekuat tenaga kuyakini ini tak akan memakan seluruh sisa usiaku.
Kupercayai sepenuh hati, IA pasti akan segera mengulurkan tangan
cinta-Nya.
Hingga kau dan aku akhirnya tergenapi pula menjadi KITA...
L.O.V.E
Ahhh.....
Cinta.
Untuk apa ia tercipta?
Dukakah? Sukakah?
Seperti apa ia ada?
Tangiskah? Tawakah?
Haru itu seolah nyata. Mencipta cinta dari kumpulan air mata.
Sementara di waktu yang tlah berlalu, ia tercipta dari derai tawa membahana.
Entahlah...
Mungkin ia sebuah maya merupa fana, yang tak kan karam terhempas masa.
Tuhan, Mengapa???
Hangat...
Ia mengalir perlahan menyusuri setiap lekuk pori di pipi
Dalam remang anganku kembali pada gemerlap pekat malam itu
Tak ada riuh riang dalam hati
Mengapa?
Mungkin terhanyut kabut kecurangan
Atau karena tak segemerlap manusia lainnya?
Hingga akhirnya fajar menyibak pekat
Warna-warni gemerlap terakhir dipertunjukkan
Kembali riuh bahagia tersirat di sana
Namun raga ini masih terpaku di poros yang sama
Menatap jalan di sudut sana dengan hampa
Ah, dunia masih biru...
Belum kutemukan warna lain di sana!
Tuhan...
Aku kenapa???